A. Konsep Dasar Medik
1.
Pengertian
Keratitis
adalah peradangan pada kornea biasanya diklasifikasi dalam lapis dalam kornea
yang terkena, seperti keratitis superfisial dan interstial atau profunda. Adapun
pembagian dari keratitis adalah sebagai berikut:
a.
Keratitis pungtata.
Adalah
keratitis yang terkumpul di daerah membran browmen, dengan infiltrat berbentuk
bercak-bercak halus. Keratitis pungtata biasanya terdapat bilateral dan
berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda
akut.
·
Keratitis pugntata superfisialis
Keratitis puntata superfisial membuktikan gambaran seperti infiltrat halus
berbintik-bintik pada permukaan kornea.
·
Keratitis pungtata subepitel
Keratitis yang terkumpul di daerah membran bowmen. Pada keratitis ini
biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala
kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut.
b.
Keratitis marginal
Merupakan
infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus, penyakit
infeksi lokal konjungtiva dapat mengakibatkan keratitis kataral atau keratitis
marginal ini.
c.
Keratitis interstisial
Adalah
keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Keratitis
intertistiel merupakan keratitis non supuratif profunda disertai dengan
neovaskularisasi.
d.
Keratitis bakterial
Setiap
bakteri seperti staphylococcus, pseudomonas, dan enterobacteriacea dapat
mengakibatkan keratitis bakterial.
e.
Keratitis jamur
Jamur yang
dapat menyebabkan keratitis adalah fusarium, cephalocepharium dan curvularia.
Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai
akibat sampingan pemakaian antibiotika dan kortikosteroid yang tidak tepat.
f.
Keratitis virus
·
Keratitis herpetik disebabkan oleh herpkes simpleks dan
herpeks zoster. Yang disebabkan oleh herpeks simpleks dibagi dalam dua bentuk
yaitu epitelial dan stomal. Pada yang epitelial kerusakan terjadi akibat
pembelahan virus di dalam sel epitel, yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan
membentuk tukak kornea superfisial. Stromal diakibatkan reaksi imunologik tubuh
pasien sendiri terhadap virus yang menyerang.
·
Infeksi herpes zoster dapat memberikan infeksi terhadap
ganglion gaseri saraf trigeminus. Bila yang terkena ganglion cabang oxtalmik
maka terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata.
·
Keratitis dendritik merupakan keratitis superfisial yang
membentuk garis infiltrat pada permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang.
Disebabkan oleh virus herpeks simpleks yang biasanya bermanifestasi dalam
bentuk keratitis dengan gejala ringan seperti fotofobia, kelilipan, tajam
penglihatan menurun, konjungtiva hiperemia disertai dengan sensibilitas kornea
yang hipestesia.
·
Keratitis disiformis adalah keratitis yang membentuk
kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di dalam jaringan kornea. Biasanya
merupakan keratitis profunda superfisial yang terjadi akibat infeksi virus
herpeks simpleks. Sering diduga keratitis disiformis merupakan reaksi alergi
ataupun imunologik terhadap infeksi virus herpeks simpleks pada permukaan
kornea.
·
Keratokonjungtivitis epidemi merupakan keratitis yang
terbentuk pada keratokonjungtivitis epidemi adalah akibat reaksi peradangan
kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus
8. Biasanya unilateral, penyakit ini dapat timbul sebagai suatu epidemi. Umumnya
pasien demam, merasa seperti ada benda asing, kadang-kadan disertai nyeri
periorbita. Akibat keratitis penglihatan akan menurun.
·
Keratitis dimmer atau numularis, kelainan yang ditemukan
pada keratitis dimmer sama dengan pada keratitis numular. Keratitis numularis
ditemukannya infiltrat yang bundar berkelompok dan di tepinya berbatas tegas.
·
Keratitis filamentosa adalah keratitis yang disertai
adanya filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada permukaan kornea. Filamen
terdiri atas sel dan sisa mukoid, dengan dasar berbentuk segi tiga yang menarik
epitel, epitel yang terdapat pada
filamen terlihat tidak melekat pada epitel kornea.
g.
Keratitis alergi
·
Keratokonjungtivitis flikten merupakan radang kornea dan
konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan
yang sudah sensitif terhadap antigen. Dahulu diduga disebabkan alergi terhadap
tuberkuloprotein. Sekarang diduga juga alergi terhadap jenis kuman lain. Untuk
mengetahui penyebabnya sebaiknya dicari penyebab alerginya.
·
Keratitis fasikularis adalah keratitis dengan pembentukan
pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus kearah kornea, biasanya berupa
tukak kornea akibat flikten yang menjalar ke daerah sentral disertai fasikulus
pembuluh darah. Dapat berbentuk flikten multipel di sekitar limbus ataupun
ulkus cincin yang merupakan gabungan dari ulkus cincin tersebut.
·
Keratokonjungtivitis vernal, merupakan penyakit rekuren
dengan peradangan tarsus dan konjungtivita bilateral. Penyebabnya tidak
diketahui dengan pasti, akan tetapi didapatkan terutama pada musim panas.
h.
Keratitis lagoftalmus
Adalah
keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana di kelopak mata tidak
dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea. Lagoftalmus
akan mengakibatkan mata terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtiva dan
kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat berbentuk
konjungtivitis atau suatu keratitis.
i.
Keratitis neuroparalitik
Merupakan
keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan persarafan ke v ini
dapat terjadi akibat herpeks zoster, tumor fosa posterior kranium dan keadaan
lain sehingga akan mengakibatkan terbentuknya tukak kornea.
j.
Keratokonjungtivitis sika
Adalah
suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Pasien dengan
konjungtivitis sika akan mengeluh mata gatal, mata seperti berpasir, silau dan
penglihatan kabur. Pada mata didapatkan sekresi mukus yang berlebihan, sukar
menggerakan kelopak mata, dan mata kering dengan erosi kornea.
k.
Keratitis sklerotikan
Adalah
kekeruhan berbentuk segi tiga pada kornea yang menyertai radang sklera atau
skleritis. Sampai saat ini tidak diketahui apa yang menyebabkan terjadinya
proses ini. Namun diduga karena terjadi perubahan susunan serat kolagen yang
menetap. Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat proses yang
berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga defek makin luas
bahkan dapat mengenai seluruh kornea.
2.
Etiologi
Peradangan kornea
(keratitis) dapat terjadi melalui dua faktor yaitu:
a.
Faktor dari luar (eksogen) yaitu trauma (infeksi).
b.
Faktor dari dalam (endogen) yaitu berasal dari tbc,
sifilis, alergi dll.
3.
Patofisiologi
Kornea
adalah jaringan avaskuler bening yang
membentuk seperenam bagian depan bola mata dengan garis tengan kira-kira
11 mm pada umur usia lanjut. Adanya degenerasi lemak yang menyebabkan
terbentuknya cincin putih atau disebut arkus senilis yang terbentuk di
limbus.
Pada
umumnya keratitis dapat terjadi karena proses infeksi mikroorganisme yang telah
berada di sakus konjungtiva sebelum menimbulkan kelainan kornea. Stafilococcus,
pneumococcus atau streptococcus dapat menyebabkan virus ulkus kornea marginalis
kecil-kecil, ulkus ini akan menyebabkan rasa sakit fotofobia dan glesorosfamus.
Proses peradangan menyebabkan masuknya pembuluh darah ke kornea yang pada
gilirannya akan menyebabkan pembentukan jaringan parut (sikotriks). Karena
trauma dapat menyebabkan keratitis kejauan yang disebabkan oleh deformitas palpebra,
paralisis nervus fasialis.
4.
Manifestasi
Klinik
Fotofobia
adalah merupakan gejala yang paling khas pada keratitis, juga terdapat rasa
sakit dan lakrimasi, terdapat pengurangan visus karena kornea dan kelengkungan
kornea yang normal terbagi oleh inflamasi. Apabila ulserasi terjadi maka akan
terbentuk legokan pada permukaan kornea, apabila hampa, epitelium akan
mengalami kerusakan, maka ulkus akan sembuh beberapa hari tanpa pembentukan
jaringan parut. Tetapi apabila ulkus telah mencapai stroma kornea, maka
penyumbatan akan terbentuk jaringan parut yang halus dan kecil disebut nebula
dan parut yang luas dan tebal disebut letoma. Apabila ulkus terutama dalam
sekumpulan sel-sel radang akan membentuk massa padat pada bagian bawah
anterior, ini disebut hippon (pus/nanah).
5.
Pemeriksaan
Penunjang
Adapun
pemeriksaan penunjang pada pasien yang menderita keratitis adalah sebagai
berikut:
a.
Tes schirmer, bila resapan air mata pada kertas schirmer
kurang dari 10 mm dalam 5 menit dianggap abnormal.
b.
Tes zat warna rose bengal konjungtiva, pada pemeriksaan
ini dapat dilihat konjungtiva berwarna merah karena jaringan konjungtiva yang
mati menyerap zat warna.
c.
Tear film break up time, waktu antara kedip lengkap
sampai timbulnya bercak kering sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah
15-20 detik, tidak pernah kurang dari 10 detik.
6.
Penatalaksanaan/Pengobatan
Pengobatan
pada pasien keratitis dilakukan berdasarkan penyebabnya, antara lain adalah
sebagai berikut:
·
Herpes zoster diberikan antibiotikal lokal/sulyasetamid.
·
Herpes simpleks, berikan idu (5 iodo 2 dexoxy unidine)
diberikan tiap jam.
·
Antibiotik dan sulfat atropin.
·
Diberikan secara lokal antibiotika dan kortikosteroid.
·
Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
·
Jika ada glaukoma berikan diamox.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Riwayat kesehatan masuk rumah sakit.
-
Timbulnya keluhan yang mungkin tidak diketahui oleh
penderita.
-
Keluhan mengenai sistem penglihatan.
-
Keluhan lain yang menyertai.
b.
Riwayat kesehatan masa lalu.
-
Apakah pernah dirawat di rumah sakit.
-
Apakah pernah menderita penyakit yang sama.
-
Apakah ada riwayat alergi.
-
Apakah menderita penyakit lain.
c.
Riwayat keluarga.
-
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
-
Apakah ada riwayat penyakit menular dari keluarga.
-
Apakah ada riwayat penyakit keturunan dari keluarga.
d.
Riwayat lingkungan.
-
Keadaan/kebersihan lingkungan tempat tinggal.
-
Apakah lingkungan jauh dari bahaya serta polusi.
e.
Pola kegiatan sehari-hari.
Terutama aktivitas dan istirahat yaitu aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intra okuler.
f.
Aspek psikososial.
-
Pola pikir dan persepsi.
-
Persepsi diri.
-
Suasana hati.
-
Hubungan/komunikasi.
-
Sistem nilai kepercayaan.
g.
Pemeriksaan fisik.
-
Keadaan umum.
-
Tanda-tanda vital: td, nadi, suhu, pernafasan.
-
Kepala: bentuk, kebersihan rambut dan kepala, benjolan.
-
Mata: ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, konjungtiva,
anemis, tanda-tanda radang.
-
Hidung: bentuk, reaksi alergi, polip dan lain-lain.
-
Mulut dan tenggorokan: kebersihan mulut, gigi, dll.
-
Leher: pembesaran kelenjar tyroid apakah ada.
-
Dada: bentuk, pergerakan dada.
-
Pernafasan: pola nafas, apakah ada ronchi basah.
h.
Pemeriksaan penunjang
-
Tes schirmer, tes zat warna rose bengal konjungtivita,
dan tear film break up time.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan gangguan
penglihatan “keratitis” adalah sebagai berikut:
a.
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada kornea.
b.
Gangguan penglihatan, penyempitan lapangan pandang
berhubungan dengan bercak-bercak putih yang menghalangi penglihatan sebagai
otak dari proses inflamasi kornea.
c.
Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
(ancaman kebutaan).
3.
Intervensi
a.
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada kornea.
·
tujuan: klien akan
menunjukan rasa nyeri hilang/berkurang dengan kriteria:
-
Rasa sakit hilang.
-
Bercak-bercak putih hilang.
·
Intervensi:
a.
Kaji tingkat nyeri.
b.
Anjurkan kepada klien untuk tidak berkeliaran diluar
rumah atau mengendarai kendaraan.
c.
He pada klien agar tidak melakukan aktivitas yang berat.
d.
Berikan antibiotika penicilin dan vit.c.
·
Rasional
a.
Tingkat nyeri mengindikasikan perkembangan penyakit
klien.
b.
Faktor oksigen seperti debu dapat memperberat tingkat
inflamasi, serta dapat memperlambat proses penyembuhan dan memperberat tingkat
nyeri.
c.
Menghindari kegiatan yang dapat meningkatkan tio.
d.
Penicilin dapat membunuh mikroorganisme penyebab infeksi,
vitamin c dapat membantu/mempercepat penyembuhan.
b.
Gangguan penglihatan penyempitan lapangan pandang
berhubungan dengan bercak-bercak putih yang menghalangi penglihatan sebagai
otak dari proses inflamasi kornea.
·
Tujuan: klien akan mengungkapkan tidak terjadi gangguan
penglihatan dengan kriteria:
-
Penglihatan tidak kabur.
-
Bercak-bercak putih hilang.
·
Intervensi:
a.
Kaji tingkat penglihatan.
b.
Anjurkan kepada klien untuk banyak beristirahat.
c.
He pada keluarga klien untuk membantu aktivitas klien.
d.
Beritahu klien kapan harus kembali berobat.
·
Rasional:
a.
Mengetahui tingkat penglihatan dan membantu dalam
menentukan intervensi selanjutnya.
b.
Mengurangi tingkat aktivitas klien membantu mengurangi
trauma fisik.
c.
Melibatkan keluarga membantu dalam proses penyembuhan
klien.
d.
Keefektifan dalam pengobatan membantu penyembuhan secara
total.
c.
Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
(ancaman kebutaan).
·
Tujuan: klien menunjukan cemas teratasi, dengan kriteria:
-
Klien tidak bertanya-tanya tentang penyakitnya.
-
Klien tidak murung.
·
Intervensi:
a.
Kaji tingkat kecemasan klien.
b.
Berika support positif pada klien.
c.
Berikan pula kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan.
d.
Berikan dorongan spritual.
e.
Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi,
contohnya napas dalam.
·
Rasional
a.
Mengetahui tingkat kecemasan yang dialami klien.
b.
Membantu dalam pemberian tindakan lebih lanjut.
c.
Ungkapan perasaan klien dapat mengurangi respon ansietas
terhadap penyakit yang dialami.
d.
Mengurangi tekanan mental dan tekanan fisiologis serta
meyakini bahwa doanya kepada allah dapat dikabulkan.
e.
Meningkatkan relaksasi, menrunkan perhatian terhadap
penyakit dan meningkatkan kemampuan coping.
4.
Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan kegiatan keperawatan sesuai recana yang
telah ditetapkan untuk mencapai tujuan, atau suatu pengolahan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang dilaksanakan perawat dan bekerja sama dengan
perawat serta dengan tenaga kesehatan lainnya.
5.
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Adapun
tujuan evaluasi adalah sebagai berikut:
a.
Evaluasi untuk pencapaian tujuan.
b.
Evaluasi menentukan apakah masih perlu dikaji,
direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai kembali. Pada pasien keratitis
berdasarkan diagnosa keperawatan dan evaluasi, yang perlu dinilai adalah sejauh
mana tujuan tercapai dan apabila ada
yang belum tercapai, maka perlu
dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana dan dilaksanakan dalam
implementasi lalu dievaluasi kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar