Jumat, 20 April 2012

ASKEP KERATITIS


A.    Konsep Dasar Medik

1.      Pengertian

Keratitis adalah peradangan pada kornea biasanya diklasifikasi dalam lapis dalam kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan interstial atau profunda. Adapun pembagian dari keratitis adalah sebagai berikut:
a.       Keratitis pungtata.
Adalah keratitis yang terkumpul di daerah membran browmen, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut.
·         Keratitis pugntata superfisialis
Keratitis puntata superfisial membuktikan gambaran seperti infiltrat halus berbintik-bintik pada permukaan kornea.
·         Keratitis pungtata subepitel
Keratitis yang terkumpul di daerah membran bowmen. Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut.
b.      Keratitis marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus, penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat mengakibatkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini.
c.       Keratitis interstisial
Adalah keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Keratitis intertistiel merupakan keratitis non supuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi.
d.      Keratitis bakterial
Setiap bakteri seperti staphylococcus, pseudomonas, dan enterobacteriacea dapat mengakibatkan keratitis bakterial.
e.       Keratitis jamur
Jamur yang dapat menyebabkan keratitis adalah fusarium, cephalocepharium dan curvularia. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotika dan kortikosteroid yang tidak tepat.
f.       Keratitis virus
·         Keratitis herpetik disebabkan oleh herpkes simpleks dan herpeks zoster. Yang disebabkan oleh herpeks simpleks dibagi dalam dua bentuk yaitu epitelial dan stomal. Pada yang epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel, yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial. Stromal diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang menyerang.
·         Infeksi herpes zoster dapat memberikan infeksi terhadap ganglion gaseri saraf trigeminus. Bila yang terkena ganglion cabang oxtalmik maka terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata.
·         Keratitis dendritik merupakan keratitis superfisial yang membentuk garis infiltrat pada permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang. Disebabkan oleh virus herpeks simpleks yang biasanya bermanifestasi dalam bentuk keratitis dengan gejala ringan seperti fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun, konjungtiva hiperemia disertai dengan sensibilitas kornea yang hipestesia.
·         Keratitis disiformis adalah keratitis yang membentuk kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di dalam jaringan kornea. Biasanya merupakan keratitis profunda superfisial yang terjadi akibat infeksi virus herpeks simpleks. Sering diduga keratitis disiformis merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap infeksi virus herpeks simpleks pada permukaan kornea.
·         Keratokonjungtivitis epidemi merupakan keratitis yang terbentuk pada keratokonjungtivitis epidemi adalah akibat reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus 8. Biasanya unilateral, penyakit ini dapat timbul sebagai suatu epidemi. Umumnya pasien demam, merasa seperti ada benda asing, kadang-kadan disertai nyeri periorbita. Akibat keratitis penglihatan akan menurun.
·         Keratitis dimmer atau numularis, kelainan yang ditemukan pada keratitis dimmer sama dengan pada keratitis numular. Keratitis numularis ditemukannya infiltrat yang bundar berkelompok dan di tepinya berbatas tegas.
·         Keratitis filamentosa adalah keratitis yang disertai adanya filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada permukaan kornea. Filamen terdiri atas sel dan sisa mukoid, dengan dasar berbentuk segi tiga yang menarik epitel, epitel  yang terdapat pada filamen terlihat tidak melekat pada epitel kornea.

g.      Keratitis alergi
·         Keratokonjungtivitis flikten merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Dahulu diduga disebabkan alergi terhadap tuberkuloprotein. Sekarang diduga juga alergi terhadap jenis kuman lain. Untuk mengetahui penyebabnya sebaiknya dicari penyebab alerginya.
·         Keratitis fasikularis adalah keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus kearah kornea, biasanya berupa tukak kornea akibat flikten yang menjalar ke daerah sentral disertai fasikulus pembuluh darah. Dapat berbentuk flikten multipel di sekitar limbus ataupun ulkus cincin yang merupakan gabungan dari ulkus cincin tersebut.
·         Keratokonjungtivitis vernal, merupakan penyakit rekuren dengan peradangan tarsus dan konjungtivita bilateral. Penyebabnya tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi didapatkan terutama pada musim panas.
h.      Keratitis lagoftalmus
Adalah keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana di kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea. Lagoftalmus akan mengakibatkan mata terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat berbentuk konjungtivitis atau suatu keratitis.
i.        Keratitis neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan persarafan ke v ini dapat terjadi akibat herpeks zoster, tumor fosa posterior kranium dan keadaan lain sehingga akan mengakibatkan terbentuknya tukak kornea.
j.        Keratokonjungtivitis sika
Adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Pasien dengan konjungtivitis sika akan mengeluh mata gatal, mata seperti berpasir, silau dan penglihatan kabur. Pada mata didapatkan sekresi mukus yang berlebihan, sukar menggerakan kelopak mata, dan mata kering dengan erosi kornea.
k.      Keratitis sklerotikan
Adalah kekeruhan berbentuk segi tiga pada kornea yang menyertai radang sklera atau skleritis. Sampai saat ini tidak diketahui apa yang menyebabkan terjadinya proses ini. Namun diduga karena terjadi perubahan susunan serat kolagen yang menetap. Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat proses yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga defek makin luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea.

2.      Etiologi

Peradangan kornea (keratitis) dapat terjadi melalui dua faktor yaitu:
a.       Faktor dari luar (eksogen) yaitu trauma (infeksi).
b.      Faktor dari dalam (endogen) yaitu berasal dari tbc, sifilis, alergi dll.

3.      Patofisiologi

Kornea adalah jaringan avaskuler bening yang  membentuk seperenam bagian depan bola mata dengan garis tengan kira-kira 11 mm pada umur usia lanjut. Adanya degenerasi lemak yang  menyebabkan  terbentuknya cincin putih atau disebut arkus senilis yang terbentuk di limbus.
Pada umumnya keratitis dapat terjadi karena proses infeksi mikroorganisme yang telah berada di sakus konjungtiva sebelum menimbulkan kelainan kornea. Stafilococcus, pneumococcus atau streptococcus dapat menyebabkan virus ulkus kornea marginalis kecil-kecil, ulkus ini akan menyebabkan rasa sakit fotofobia dan glesorosfamus. Proses peradangan menyebabkan masuknya pembuluh darah ke kornea yang pada gilirannya akan menyebabkan pembentukan jaringan parut (sikotriks). Karena trauma dapat menyebabkan keratitis kejauan yang disebabkan oleh deformitas palpebra, paralisis nervus fasialis.

4.      Manifestasi Klinik

Fotofobia adalah merupakan gejala yang paling khas pada keratitis, juga terdapat rasa sakit dan lakrimasi, terdapat pengurangan visus karena kornea dan kelengkungan kornea yang normal terbagi oleh inflamasi. Apabila ulserasi terjadi maka akan terbentuk legokan pada permukaan kornea, apabila hampa, epitelium akan mengalami kerusakan, maka ulkus akan sembuh beberapa hari tanpa pembentukan jaringan parut. Tetapi apabila ulkus telah mencapai stroma kornea, maka penyumbatan akan terbentuk jaringan parut yang halus dan kecil disebut nebula dan parut yang luas dan tebal disebut letoma. Apabila ulkus terutama dalam sekumpulan sel-sel radang akan membentuk massa padat pada bagian bawah anterior, ini disebut hippon (pus/nanah).

5.      Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang pada pasien yang menderita keratitis adalah sebagai berikut:
a.       Tes schirmer, bila resapan air mata pada kertas schirmer kurang dari 10 mm dalam 5 menit dianggap abnormal.
b.      Tes zat warna rose bengal konjungtiva, pada pemeriksaan ini dapat dilihat konjungtiva berwarna merah karena jaringan konjungtiva yang mati menyerap zat warna.
c.       Tear film break up time, waktu antara kedip lengkap sampai timbulnya bercak kering sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah 15-20 detik, tidak pernah kurang dari 10 detik.

6.      Penatalaksanaan/Pengobatan

Pengobatan pada pasien keratitis dilakukan berdasarkan penyebabnya, antara lain adalah sebagai berikut:
·         Herpes zoster diberikan antibiotikal lokal/sulyasetamid.
·         Herpes simpleks, berikan idu (5 iodo 2 dexoxy unidine) diberikan tiap jam.
·         Antibiotik dan sulfat atropin.
·         Diberikan secara lokal antibiotika dan kortikosteroid.
·         Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
·         Jika ada glaukoma berikan diamox.


B.     Konsep Dasar Keperawatan

1.      Pengkajian

a.       Riwayat kesehatan masuk rumah sakit.
-          Timbulnya keluhan yang mungkin tidak diketahui oleh penderita.
-          Keluhan mengenai sistem penglihatan.
-          Keluhan lain yang menyertai.
b.      Riwayat kesehatan masa lalu.
-          Apakah pernah dirawat di rumah sakit.
-          Apakah pernah menderita penyakit yang sama.
-          Apakah ada riwayat alergi.
-          Apakah menderita penyakit lain.
c.       Riwayat keluarga.
-          Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
-          Apakah ada riwayat penyakit menular dari keluarga.
-          Apakah ada riwayat penyakit keturunan dari keluarga.
d.      Riwayat lingkungan.
-          Keadaan/kebersihan lingkungan tempat tinggal.
-          Apakah lingkungan jauh dari bahaya serta polusi.
e.       Pola kegiatan sehari-hari.
Terutama aktivitas dan istirahat yaitu aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
f.       Aspek psikososial.
-          Pola pikir dan persepsi.
-          Persepsi diri.
-          Suasana hati.
-          Hubungan/komunikasi.
-          Sistem nilai kepercayaan.
g.      Pemeriksaan fisik.
-          Keadaan umum.
-          Tanda-tanda vital: td, nadi, suhu, pernafasan.
-          Kepala: bentuk, kebersihan rambut dan kepala, benjolan.
-          Mata: ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, konjungtiva, anemis, tanda-tanda radang.
-          Hidung: bentuk, reaksi alergi, polip dan lain-lain.
-          Mulut dan tenggorokan: kebersihan mulut, gigi, dll.
-          Leher: pembesaran kelenjar tyroid apakah ada.
-          Dada: bentuk, pergerakan dada.
-          Pernafasan: pola nafas, apakah ada ronchi basah.
h.      Pemeriksaan penunjang
-          Tes schirmer, tes zat warna rose bengal konjungtivita, dan tear film break up time.

2.      Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan gangguan penglihatan “keratitis” adalah sebagai berikut:
a.       Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada kornea.
b.      Gangguan penglihatan, penyempitan lapangan pandang berhubungan dengan bercak-bercak putih yang menghalangi penglihatan sebagai otak dari proses inflamasi kornea.
c.       Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (ancaman kebutaan).

3.      Intervensi

a.       Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada kornea.
·          tujuan: klien akan menunjukan rasa nyeri hilang/berkurang dengan kriteria:
-          Rasa sakit hilang.
-          Bercak-bercak putih hilang.
·         Intervensi:
a.       Kaji tingkat nyeri.
b.      Anjurkan kepada klien untuk tidak berkeliaran diluar rumah atau mengendarai kendaraan.
c.       He pada klien agar tidak melakukan aktivitas yang berat.
d.      Berikan antibiotika penicilin dan vit.c.
·         Rasional
a.       Tingkat nyeri mengindikasikan perkembangan penyakit klien.
b.      Faktor oksigen seperti debu dapat memperberat tingkat inflamasi, serta dapat memperlambat proses penyembuhan dan memperberat tingkat nyeri.
c.       Menghindari kegiatan yang dapat meningkatkan tio.
d.      Penicilin dapat membunuh mikroorganisme penyebab infeksi, vitamin c dapat membantu/mempercepat penyembuhan.
b.      Gangguan penglihatan penyempitan lapangan pandang berhubungan dengan bercak-bercak putih yang menghalangi penglihatan sebagai otak dari proses inflamasi kornea.
·         Tujuan: klien akan mengungkapkan tidak terjadi gangguan penglihatan dengan kriteria:
-          Penglihatan tidak kabur.
-          Bercak-bercak putih hilang.
·         Intervensi:
a.       Kaji tingkat penglihatan.
b.      Anjurkan kepada klien untuk banyak beristirahat.
c.       He pada keluarga klien untuk membantu aktivitas klien.
d.      Beritahu klien kapan harus kembali berobat.
·         Rasional:
a.       Mengetahui tingkat penglihatan dan membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya.
b.      Mengurangi tingkat aktivitas klien membantu mengurangi trauma fisik.
c.       Melibatkan keluarga membantu dalam proses penyembuhan klien.
d.      Keefektifan dalam pengobatan membantu penyembuhan secara total.
c.       Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (ancaman kebutaan).
·         Tujuan: klien menunjukan cemas teratasi, dengan kriteria:
-          Klien tidak bertanya-tanya tentang penyakitnya.
-          Klien tidak murung.
·         Intervensi:
a.       Kaji tingkat kecemasan klien.
b.      Berika support positif pada klien.
c.       Berikan pula kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan.
d.      Berikan dorongan spritual.
e.       Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi, contohnya napas dalam.
·         Rasional
a.       Mengetahui tingkat kecemasan yang dialami klien.
b.      Membantu dalam pemberian tindakan lebih lanjut.
c.       Ungkapan perasaan klien dapat mengurangi respon ansietas terhadap penyakit yang dialami.
d.      Mengurangi tekanan mental dan tekanan fisiologis serta meyakini bahwa doanya kepada allah dapat dikabulkan.
e.       Meningkatkan relaksasi, menrunkan perhatian terhadap penyakit dan meningkatkan kemampuan coping.

4.      Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan kegiatan keperawatan sesuai recana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan, atau suatu pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang dilaksanakan perawat dan bekerja sama dengan perawat serta dengan tenaga kesehatan lainnya.

5.      Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Adapun tujuan evaluasi adalah sebagai berikut:
a.       Evaluasi untuk pencapaian tujuan.
b.      Evaluasi menentukan apakah masih perlu dikaji, direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai kembali. Pada pasien keratitis berdasarkan diagnosa keperawatan dan evaluasi, yang perlu dinilai adalah sejauh mana tujuan tercapai dan apabila ada  yang belum  tercapai, maka perlu dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana dan dilaksanakan dalam implementasi lalu dievaluasi kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar