Kamis, 19 April 2012

askep disfoni


A.      Definisi

Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan pada organ–organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan disfoni.
Gangguan suara dapat berupa suara parau (hoarseness), suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spatik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.

B.      Anatomi Laringx


Larynx adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas larynx terbuka ke dalam laryngopharynx, dan di bawah larynx berlanjut sebagai trachea.6
Secara umum, laring dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal. Glotis terdiri dari pita suara atau plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan bawah pita suara hingga kartilago krikoid. Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan konsistensi struktur laringeal unik pada neonatus.7
Kerangka larynx dibentuk oleh beberapa kartilago, yang dihubungkan oleh membrana dan ligamentum serta digerakkan oleh otot. Larynx dilapisi oleh membrana mukosa. Cartilago thyroidea terdiri atas dua lamina cartilago hyalin yang bertemu di garis tengah pada tonjolan sudut V, yaitu jakun (Adam’s apple). Pinggir posterior dari setiap lamina menjorok ke atas membentuk cornu superior dan ke bawah membentuk cornu inferior. Pada permukaan luar setiap lamina terdapat linea obliqua sebagai tempat lekat m.sternothyroideus, m.thyroideus, dan m.constrictor pharyngis inferior.6
Cartilago cricoidea berbentuk cincin cartilago yang utuh. Bentuknya mirip cincin cap dan terletak di bawah cartilago thyroidea. Cartilago ini mempunyai arcus anterior yang sempit dan lamina posterior yang lebar. 6
Cartilago arytenoid merupakan cartilago kecil, dua buah, dan berbentuk pyramid. Keduanya terletak di belakang larynx, pada pinggir atas lamina cartilago cricoidea. Cartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan apex cartilaginis arytenoid dan merupakan tempat lekat plica aryepiglottica.6
Cartilago cuneiformis merupakan dua cartilago kecil berbentuk batang yang terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalan satu plica aryepiglottica. Cartilago ini berfungsi menyokong plica tersebut. Epiglottis adalah sebuah cartilago elastis berbentuk daun yang terletak di belakang radix linguae.

C.      Fisiologi Laringx

Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi, yang menyatukan trakea dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Laring berfungsi dalam kegiatan sfingter, fonasi, respirasi dan aktifitas refleks. Sebagian besar otot-otot laring adalah adduktor, satu-satunya otot abduktor adalah m. krikoaritenoideus posterior. Fungsi adduktor pada laring adalah untuk mencegah benda-benda asing masuk ke dalam paru-paru melalui aditus laringis. Plika vestibularis berfungsi sebagai katup untuk mencegah udara keluar dari paru-paru, sehingga dapat meningkatkan tekanan intra thorakal yang dibutuhkan untuk batuk dan bersin. Plika vokalis berperan dalam menghasilkan suara, dengan mengeluarkan suara secara tiba-tiba dari pulmo, dapat menggetarkan (vibrasi) plika vokalis yang menghasilkan suara. Volume suara ditentukan oleh jumlah udara yang menggetarkan plika vokalis, sedangkan kualitas suara ditentukan oleh cavitas oris, lingua, palatum, otot-otot fasial, dan kavitas nasi serta sinus paranasalis.

D.      Mekanisme fonasi (pembentukan suarau)

Proses pembentukan suara dapat dibagi menjadi tiga subproses, yaitu: pembangkitan sumberartikulasi dan radiasi(Furui,2001). Organ tubuh yang terlibat dalam proses produksi suara meliputi paru-paru, tenggorokan (trachea), laring (larinx), faring (pharynx), rongga hidung (nasal cavity), dan rongga mulut (oral cavity). Terdapat suatu lintasan vokal (vocal tract) yang terdiri dari faring (koneksi antara kerongkongan dan mulut) dan mulut (Rabiner dan Juang, 1993). Bentuk lintasan vokal dapat berubah sesuai dengan pergerakan rahang, lidah, bibir dan organ internal lainnya.


Paru-paru mengembang dan mengempis untuk menyedot dan mengeluarkan udara. Udara yang dihembuskan oleh paru-paru keluar melewati suatu daerah yang dinamakan daerah glotal. Pita suara (vocal cord) pada keadaan ini bervibrasi menghasilkan berbagai jenis gelombang suara. Udara kemudian melewati lorong yang dinamakan faring. Dari faring, udara melewati dua lintasan, yaitu melalui hidung dan melalui rongga mulut. Lidah, gigi, bibir dan hidung bertindak sebagai sebagai modulator untuk menghasilkan berbagai bunyi yang berbeda. 

E.       Etiologi

1.            Kelainan fungsional
2.            Kelainan organik:  gangguan neurologis sentral dan perifer
3.            Kelainan sistemik
Walaupun disfonia hanya merupakan gejala, tetapi bila prosesnyaberlangsung lama atau (kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal daripenyakit yang serius di daerah tenggorok. Penyebab disfonia dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya. Penyebab etiologi inidapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis oto-otot laring, kelaian laring seperti sikatrik akibat operasi, fiksasi pada sendi akibat krikaaritenoid dan lain-lain.

F.       Faktor Resiko

·         Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih
·         Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring
·         Merokok, ( juga merupakan faktor resiko utama terjadinya karsinomaLaring )
·         Menghisap ganja
·         Penyalahgunaan obat-obatan
·         Refluks gastroesofagus
·         Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal : guru,aktor, penyanyi
·         Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama
·         Minum alkohol, kopi berlebihan
·         Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar
·         Berbicara saat makan
·         Kebiasaan sering batuk untuk membersihkan tenggorokan
·         Kebiasaan berbisik
·         Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan tremor pita suara

G.     Diagnosis

1.    Anamnesis
Anamnesis meliputi keluhan gangguan suara, lamanya keluhan, progesifitas, riwayat keluhan sebelumnya (penggunaan suara berlebih), keluhan yang menyertai (sesak nafas, batuk), pekerjaan, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, minum kopi atau alkohol, riwayat penyakit lain yang pernah diderita (trauma, kehamilan), riwayat penyakit sistemik yang berhubungan (tuberculosis), alergi dan lingkungan tempat tinggal.
2.    Pemeriksaan fisik dan penunjang
a.       Pemeriksaan umum (status generalis)
b.      Pemeriksaan fisik: telinga, hidung dan tenggorok, daerah leher dan dada
c.       Pemeriksaan laringoskopi tak langsung à untuk melihat laring melalui kaca laring atau dengan menggunakan teleskop laring, baik yang kaku (rigid telescope) atau serat optik (fiberoptic telescope). Penggunaan teleskop ini dapat dihubungkan dengan alat video sehingga memberikan visualisasi laring yang lebih jelas.
Dengan pemeriksaan ini dapat dinilai kondisi anatomis, pergerakan, dan posisi pita suara pada saat respirasi dan fonasi.Pada kelumpuhan pita suara akibat paralisis nervus laringeus rekuren dapat terlihat pita suara lemah dan tak bergerak.Visualisasi laring dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas dengan menggunakan stroboskopi dimana gerakan pita suara dapat diperlambat (slow motion) sehingga dapat terlihat getaran (vibrasi) pita suara dan gelombang mukosa (mucosal wave). Dengan bantuan alat canggih ini diagnosis anatomi dan fungsional menjadi lebih akurat.
Dengan memeriksa ada tidaknya gelombang mukosa, onset munculnya serta berapa besar kecepatan gelombang yang terjadi. Sercarz melaporkan asimetris pada gelombang mukosa, terutama ditemukan pada paralisis nervus vagus diikuti paralisis pada nervus laringeus rekuren dan selanjutnya pada paralisis pada nervus laringeus superior.3
d.      Analisis suara à dapat dilakukan secara subjektif dengan metode GRBAS yaitu dengan mendengarkan suara dan menilai derajat penyimpangan (grade of deviance), kekasaran (roughness), keterengahan/desahan (breathiness), kelemahan (astenitas), dan kekakuan (strain). Saat ini juga telah berkembang analisis akustik dengan menggunakan program komputer, seperti CSL (Computerized Speech Laboratory),Multispeech, ISA (Intelegence Speech Analysis), dan MDVP (Multi Dimensional Voice Program).
Rough voice adalah suara kasar dan bernada rendah, biasanya disebabkan oleh adanya massa yang mengganggu getaran (vibarasi) pita suara seperti adanya tumor atau kelainan yang terdapat pada pita suara. Breathy voice adalah suara yang terdengar seperti kering, mendesah, terengah engah, berbisik biasanya dihubungkan dengan penutupan pita suara yang tidak sempurna.Voice strain adalah suara yang kaku, tegang, sulit dikeluarkan sehingga nada yang terdengar terputus -putus, pendek dan bergetar (tremor). Astenitas adalah suara yang lemah disebabkan oleh rendahnya tekanan subglotis yang disebabkan oleh kebocoran celah glotis atau lemahnya tenaga generator yang diaktifkan paru.
Pemeriksaan dapat menilai derajat disfonia berdasarkan metode GRBAS dengan menggunakan skala ordinal sebagai berikut 3 :
1.       Derajat 0 tidak ada disfonia
2.       Derajat 1 disfonia ringan
3.       Derajat 2 disfonia sedang
4.       Derajat 3 disfonia berat
5.       Pemeriksaan laringoskopi langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk biopsi tumor dan menentukan perluasan (staging) atau bila diperlukan suatu tindakan atau manipulasi bagian tertentu dari laring. Laringoskop langsung dpaat menggunakan teleskop atau mikroskop (mikrolaringoskop).8, 12
e.      Pemeriksaan Elektromiografi
Pemeriksaan ini bersifat invasif dan relatif sulit dikerjakan, karena harus memasukkan elektroda dengan menembus membrana krikotiroid setinggi glotis. Elektroda tersebut harus menempel pada otot intrinsik laring seperti m.krikotiroid dan m.tiroaritenoid atau m.krikoaritenoid lateral. Bila terdapat kelumpuhan nervus laringeus rekuren, akan terdiagnosis dengan alat ini, karena alat ini dapat menilai status neuromuskuler.3
f.        Pemeriksaan Aerodinamik
Waktu fonasi maksimal adalah waktu terlama seseorang untuk mengucapkan huruf hidup setelah melakukan inspirasi maksimal. Biasanya menggunakan huruf vokal /a/. Pada laki-laki dewasa normal waktu yang dibutuhkan lebih dari 20 detik dengan standar deviasi 5,7. Pada wanita dewasa nilainya adalah lebih dari 15 detik dengan standar deviasi 4,2, sedangkan pada anak-anak lebih dari 10 detik. Penelitian Soedjak pada pria Indonesia dianggap tidak normal bila < 8 detik dan pada wanita Indonesia dianggap tidak normal bila <6,4 detik. Hal ini menunjukkan sangat buruknya aliran udara yang diperlukan untuk siklus fonasi, sehingga perlu evaluasi dengan pemeriuksaan lanjut seperti foto torak dan fungsi paru untuk mengetahui etiologi dari kelainan pada paru.3
Pemeriksaan aerodinamik lainnya antara lain berupa rerata kecepatan aliran fonasi (Mean Phonatory Flow Rate), di mana niali normal untuk dewasa 40-300 ml/ detik, sedangkan pada anak-anak sebesar 50-170 ml/detik. MPFR yang tinggi di atas 900 ml/detik menggambarkan adanya paralisis saraf laringeus rekuren.3
g.       Pemeriksaan penunjang lain, meliputi pemeriksaan laboratorium, radiologi (foto leher jaringan lunak), elektromiografi, mikrobiologi, dan patologi anatomi.

H.     Konsep Keperawatan

1.       Pengkajian
Data subjektif
-          Klien merasa nyeri pada tenggorokan saat berbiacara/ berkomunikasi
-          Klien mengatakan susah mengunyah dan menelan
Data objektif
-          Suara terdengar parau (hoarseness)
-          Suara terdengar kasar (roughness)
-          Suara lemah (hipofonia)
-          Hilang suara (afonia)
-          Suara terdengar tegang dan susah keluar (spatik)
-          Suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia)
2.       Diagnosa keperawatan
a.       Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan suara (disfonia)
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan mengunyah dan menelan
3.       Intervensi
a.       Kaji komunikasi klien
b.      Lakukan teknik komunikasi yang ideal saat berkomunikasi dengan klien dengan cara, mendengarkan dengan penuh perhatian, mengulangi kata yang kurang jelas, menggunakan kedipan mata, maupun isyarat tangan dan jari-jari.
c.       Gunakan pertanyaan tertutup
d.      Antisipasi dan bantu ADL klien dengan melibatkan keluarga klien
e.      Kurangi suara-suara di ruangan yang tidak perlu
f.        Gunakan media tulis atau media lain
4.       Evaluasi
a.       Peningkatan komunikasi klien
b.       kemajuan dalam berkomunikasi dengan lawan bicara
c.       Nyeri berkurang
d.      ADL terpenuhi

1 komentar:

  1. mohon solusinya dong dokter,saya rasa saya kena penyakit afonia (kehilangan suara) jadi saya hanya bsa ngeluarin nada oktaf 1 saja.oktaf 2 keatas hilang total,saya udh berusaha tapi tetep tdak ada hasil.. ini mempengaruhi kehidupan saya 100%.komunikasi itu nomer 1 dalam kehidupan.saya merasa sudah menjadi gagal karna keaadaan sepeerti ini.. tolong solusi secepatnya dok .. soalnya ini masalah paling serius dalam hidup saya

    BalasHapus