A.
Definisi
Disfonia
merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan kelainan
pada organ–organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat organik maupun
fungsional. Disfonia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala
penyakit atau kelainan pada laring. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan
dalam getaran, gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan
(aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan disfoni.
Gangguan
suara dapat berupa suara parau (hoarseness), suara terdengar
kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya,
suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar
(spatik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara
(odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.
B.
Anatomi Laringx
Larynx
adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada pintu masuk jalan
nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas larynx terbuka ke dalam
laryngopharynx, dan di bawah larynx berlanjut sebagai trachea.6
Secara
umum, laring dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis.
Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis, kartilago aritenoid,
plika vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal. Glotis terdiri
dari pita suara atau plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan
bawah pita suara hingga kartilago krikoid. Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan
konsistensi struktur laringeal unik pada neonatus.7
Kerangka
larynx dibentuk oleh beberapa kartilago, yang dihubungkan oleh membrana dan
ligamentum serta digerakkan oleh otot. Larynx dilapisi oleh membrana mukosa.
Cartilago thyroidea terdiri atas dua lamina cartilago hyalin yang bertemu di
garis tengah pada tonjolan sudut V, yaitu jakun (Adam’s apple). Pinggir
posterior dari setiap lamina menjorok ke atas membentuk cornu superior dan ke
bawah membentuk cornu inferior. Pada permukaan luar setiap lamina terdapat
linea obliqua sebagai tempat lekat m.sternothyroideus, m.thyroideus, dan
m.constrictor pharyngis inferior.6
Cartilago
cricoidea berbentuk cincin cartilago yang utuh. Bentuknya mirip cincin cap dan
terletak di bawah cartilago thyroidea. Cartilago ini mempunyai arcus anterior
yang sempit dan lamina posterior yang lebar. 6
Cartilago
arytenoid merupakan cartilago kecil, dua buah, dan berbentuk pyramid. Keduanya
terletak di belakang larynx, pada pinggir atas lamina cartilago cricoidea.
Cartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan apex
cartilaginis arytenoid dan merupakan tempat lekat plica aryepiglottica.6
Cartilago
cuneiformis merupakan dua cartilago kecil berbentuk batang yang terletak
sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalan satu plica
aryepiglottica. Cartilago ini berfungsi menyokong plica tersebut. Epiglottis
adalah sebuah cartilago elastis berbentuk daun yang terletak di belakang radix
linguae.
C.
Fisiologi Laringx
Laring
merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi, yang menyatukan trakea dan
bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Laring berfungsi dalam
kegiatan sfingter, fonasi, respirasi dan aktifitas refleks. Sebagian besar
otot-otot laring adalah adduktor, satu-satunya otot abduktor adalah m.
krikoaritenoideus posterior. Fungsi adduktor pada laring adalah untuk mencegah
benda-benda asing masuk ke dalam paru-paru melalui aditus laringis. Plika
vestibularis berfungsi sebagai katup untuk mencegah udara keluar dari
paru-paru, sehingga dapat meningkatkan tekanan intra thorakal yang dibutuhkan
untuk batuk dan bersin. Plika vokalis berperan dalam menghasilkan suara, dengan
mengeluarkan suara secara tiba-tiba dari pulmo, dapat menggetarkan (vibrasi)
plika vokalis yang menghasilkan suara. Volume suara ditentukan oleh jumlah
udara yang menggetarkan plika vokalis, sedangkan kualitas suara ditentukan oleh
cavitas oris, lingua, palatum, otot-otot fasial, dan kavitas nasi serta sinus
paranasalis.
D.
Mekanisme fonasi
(pembentukan suarau)
Proses
pembentukan suara dapat dibagi menjadi tiga subproses, yaitu: pembangkitan
sumber, artikulasi dan radiasi(Furui,2001).
Organ tubuh yang terlibat dalam proses produksi suara meliputi paru-paru,
tenggorokan (trachea), laring (larinx), faring (pharynx),
rongga hidung (nasal cavity), dan rongga mulut (oral cavity).
Terdapat suatu lintasan vokal (vocal tract) yang terdiri dari faring
(koneksi antara kerongkongan dan mulut) dan mulut (Rabiner dan Juang, 1993).
Bentuk lintasan vokal dapat berubah sesuai dengan pergerakan rahang, lidah,
bibir dan organ internal lainnya.
Paru-paru
mengembang dan mengempis untuk menyedot dan mengeluarkan udara. Udara yang
dihembuskan oleh paru-paru keluar melewati suatu daerah yang dinamakan
daerah glotal. Pita suara (vocal cord) pada keadaan ini
bervibrasi menghasilkan berbagai jenis gelombang suara. Udara kemudian melewati
lorong yang dinamakan faring. Dari faring, udara melewati dua lintasan, yaitu
melalui hidung dan melalui rongga mulut. Lidah, gigi, bibir dan hidung
bertindak sebagai sebagai modulator untuk menghasilkan berbagai bunyi yang
berbeda.
E.
Etiologi
1.
Kelainan
fungsional
2.
Kelainan
organik: gangguan neurologis sentral dan perifer
3.
Kelainan
sistemik
Walaupun
disfonia hanya merupakan gejala, tetapi bila prosesnyaberlangsung lama atau
(kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal daripenyakit yang serius di
daerah tenggorok. Penyebab disfonia dapat bermacam-macam yang prinsipnya
menimpa laring dan sekitarnya. Penyebab etiologi inidapat berupa radang, tumor
(neoplasma), paralisis oto-otot laring, kelaian laring seperti sikatrik akibat
operasi, fiksasi pada sendi akibat krikaaritenoid dan lain-lain.
F.
Faktor Resiko
·
Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih
·
Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring
·
Merokok, ( juga merupakan faktor resiko utama
terjadinya karsinomaLaring )
·
Menghisap ganja
·
Penyalahgunaan obat-obatan
·
Refluks gastroesofagus
·
Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal
utama misal : guru,aktor, penyanyi
·
Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama
·
Minum alkohol, kopi berlebihan
·
Berteriak pada acara olahraga atau tempat
ramai seperti bandara dan bar
·
Berbicara saat makan
·
Kebiasaan sering batuk untuk membersihkan
tenggorokan
·
Kebiasaan berbisik
·
Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan
tremor pita suara
G.
Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis
meliputi keluhan gangguan suara, lamanya keluhan, progesifitas, riwayat keluhan
sebelumnya (penggunaan suara berlebih), keluhan yang menyertai (sesak nafas, batuk),
pekerjaan, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, minum kopi atau alkohol,
riwayat penyakit lain yang pernah diderita (trauma, kehamilan), riwayat
penyakit sistemik yang berhubungan (tuberculosis), alergi dan lingkungan tempat
tinggal.
2.
Pemeriksaan
fisik dan penunjang
a.
Pemeriksaan umum (status generalis)
b.
Pemeriksaan fisik: telinga, hidung dan
tenggorok, daerah leher dan dada
c.
Pemeriksaan laringoskopi tak langsung à untuk
melihat laring melalui kaca laring atau dengan menggunakan teleskop laring,
baik yang kaku (rigid telescope) atau serat optik (fiberoptic
telescope). Penggunaan teleskop ini dapat dihubungkan dengan alat video
sehingga memberikan visualisasi laring yang lebih jelas.
Dengan pemeriksaan ini dapat dinilai kondisi anatomis, pergerakan,
dan posisi pita suara pada saat respirasi dan fonasi.Pada kelumpuhan pita suara
akibat paralisis nervus laringeus rekuren dapat terlihat pita suara lemah dan
tak bergerak.Visualisasi laring dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas
dengan menggunakan stroboskopi dimana gerakan pita suara dapat diperlambat (slow
motion) sehingga dapat terlihat getaran (vibrasi) pita suara dan gelombang
mukosa (mucosal wave). Dengan bantuan alat canggih ini diagnosis anatomi
dan fungsional menjadi lebih akurat.
Dengan memeriksa ada tidaknya gelombang mukosa, onset munculnya
serta berapa besar kecepatan gelombang yang terjadi. Sercarz melaporkan
asimetris pada gelombang mukosa, terutama ditemukan pada paralisis nervus vagus
diikuti paralisis pada nervus laringeus rekuren dan selanjutnya pada paralisis
pada nervus laringeus superior.3
d.
Analisis suara à dapat dilakukan secara
subjektif dengan metode GRBAS yaitu dengan mendengarkan suara dan menilai
derajat penyimpangan (grade of deviance), kekasaran (roughness),
keterengahan/desahan (breathiness), kelemahan (astenitas), dan kekakuan
(strain). Saat ini juga telah berkembang analisis akustik dengan
menggunakan program komputer, seperti CSL (Computerized Speech Laboratory),Multispeech,
ISA (Intelegence Speech Analysis), dan MDVP (Multi Dimensional Voice
Program).
Rough voice adalah suara kasar dan bernada
rendah, biasanya disebabkan oleh adanya massa yang mengganggu getaran
(vibarasi) pita suara seperti adanya tumor atau kelainan yang terdapat pada
pita suara. Breathy voice adalah suara yang terdengar seperti kering, mendesah,
terengah engah, berbisik biasanya dihubungkan dengan penutupan pita suara yang
tidak sempurna.Voice strain adalah suara yang kaku, tegang, sulit dikeluarkan
sehingga nada yang terdengar terputus -putus, pendek dan bergetar (tremor).
Astenitas adalah suara yang lemah disebabkan oleh rendahnya tekanan subglotis
yang disebabkan oleh kebocoran celah glotis atau lemahnya tenaga generator yang
diaktifkan paru.
Pemeriksaan dapat menilai derajat disfonia
berdasarkan metode GRBAS dengan menggunakan skala ordinal sebagai berikut 3 :
1.
Derajat 0 tidak ada disfonia
2.
Derajat 1 disfonia ringan
3.
Derajat 2 disfonia sedang
4.
Derajat 3 disfonia berat
5.
Pemeriksaan laringoskopi langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk biopsi
tumor dan menentukan perluasan (staging) atau bila diperlukan suatu
tindakan atau manipulasi bagian tertentu dari laring. Laringoskop langsung
dpaat menggunakan teleskop atau mikroskop (mikrolaringoskop).8, 12
e.
Pemeriksaan Elektromiografi
Pemeriksaan ini bersifat invasif dan relatif sulit dikerjakan,
karena harus memasukkan elektroda dengan menembus membrana krikotiroid setinggi
glotis. Elektroda tersebut harus menempel pada otot intrinsik laring seperti
m.krikotiroid dan m.tiroaritenoid atau m.krikoaritenoid lateral. Bila terdapat
kelumpuhan nervus laringeus rekuren, akan terdiagnosis dengan alat ini, karena
alat ini dapat menilai status neuromuskuler.3
f.
Pemeriksaan Aerodinamik
Waktu fonasi maksimal adalah waktu terlama seseorang untuk
mengucapkan huruf hidup setelah melakukan inspirasi maksimal. Biasanya
menggunakan huruf vokal /a/. Pada laki-laki dewasa normal waktu yang dibutuhkan
lebih dari 20 detik dengan standar deviasi 5,7. Pada wanita dewasa nilainya
adalah lebih dari 15 detik dengan standar deviasi 4,2, sedangkan pada anak-anak
lebih dari 10 detik. Penelitian Soedjak pada pria Indonesia dianggap tidak
normal bila < 8 detik dan pada wanita Indonesia dianggap tidak normal bila
<6,4 detik. Hal ini menunjukkan sangat buruknya aliran udara yang diperlukan
untuk siklus fonasi, sehingga perlu evaluasi dengan pemeriuksaan lanjut seperti
foto torak dan fungsi paru untuk mengetahui etiologi dari kelainan pada paru.3
Pemeriksaan aerodinamik lainnya antara lain
berupa rerata kecepatan aliran fonasi (Mean Phonatory Flow Rate), di mana niali
normal untuk dewasa 40-300 ml/ detik, sedangkan pada anak-anak sebesar 50-170
ml/detik. MPFR yang tinggi di atas 900 ml/detik menggambarkan adanya paralisis
saraf laringeus rekuren.3
g.
Pemeriksaan penunjang lain, meliputi
pemeriksaan laboratorium, radiologi (foto leher jaringan lunak),
elektromiografi, mikrobiologi, dan patologi anatomi.
H.
Konsep Keperawatan
1.
Pengkajian
Data
subjektif
-
Klien merasa nyeri pada tenggorokan saat
berbiacara/ berkomunikasi
-
Klien mengatakan susah mengunyah dan menelan
Data objektif
-
Suara terdengar parau (hoarseness)
-
Suara terdengar kasar (roughness)
-
Suara lemah (hipofonia)
-
Hilang suara (afonia)
-
Suara terdengar tegang dan susah keluar
(spatik)
-
Suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia)
2.
Diagnosa keperawatan
a.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
gangguan suara (disfonia)
b.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan gangguan mengunyah dan menelan
3.
Intervensi
a.
Kaji komunikasi klien
b.
Lakukan teknik komunikasi yang ideal saat
berkomunikasi dengan klien dengan cara, mendengarkan dengan penuh perhatian,
mengulangi kata yang kurang jelas, menggunakan kedipan mata, maupun isyarat
tangan dan jari-jari.
c.
Gunakan pertanyaan tertutup
d.
Antisipasi dan bantu ADL klien dengan
melibatkan keluarga klien
e.
Kurangi suara-suara di ruangan yang tidak
perlu
f.
Gunakan media tulis atau media lain
4.
Evaluasi
a.
Peningkatan komunikasi klien
b.
kemajuan dalam berkomunikasi dengan lawan
bicara
c.
Nyeri berkurang
d.
ADL terpenuhi
mohon solusinya dong dokter,saya rasa saya kena penyakit afonia (kehilangan suara) jadi saya hanya bsa ngeluarin nada oktaf 1 saja.oktaf 2 keatas hilang total,saya udh berusaha tapi tetep tdak ada hasil.. ini mempengaruhi kehidupan saya 100%.komunikasi itu nomer 1 dalam kehidupan.saya merasa sudah menjadi gagal karna keaadaan sepeerti ini.. tolong solusi secepatnya dok .. soalnya ini masalah paling serius dalam hidup saya
BalasHapus